Photo: Favim
“Jangan ke tempat tidur dalam kondisi marah,” mungkin Anda pernah mendengar nasihat seperti itu. Benarkah? Apakah setelah bertengkar hebat dengan pasangan mengenai hal serius dapat diselesaikan pada saat itu juga dan bisa langsung ‘berdamai’ di tempat tidur? Hmmm, mungkin tidak.Bagi sebagian besar orang, gambaran pernikahan yang sempurna adalah kebahagiaan selamanya. Tanpa percekcokan, pokoknya harmonis. Tapi bagaimana bisa harmonis jika begitu banyak masalah yang perlu dibahas, misalnya rencana punya momongan yang tidak sejalan atau hanya menentukan ingin makan di mana akhir pekan ini. Psikolog Dale Atkins, penulis “Sanity Savers” akan membantu menunjukkan pada Anda sejumlah mitos perkawinan yang banyak dipercaya orang, mungkin termasuk Anda.
Pasangan adalah teman terbaik
Jika anda percaya akan hal ini, maka yang akan didapat adalah kekecewaan. Selama bertahun-tahun, Anda telah menjalin hubungan pertemanan dengan orang yang Anda nikahi. Namun tidak harus dimulai dengan cara itu. Anda membangun kepercayaan dan rasa hormat karena memiliki kehidupan pribadi dan minat sendiri dan saling mendukung satu sama lain melewati kesedihan, penyakit, saat buruk bahkan kematian. Inilah dasar dari pertemanan itu. Sementara teman terbaik adalah seseorang dimana Anda akan nnton bersamanya, atau hal-hal umum lain untuk dilakukan. Namun Anda tetap butuh seseorang tempat bergantung dan diandalkan, dan itu butuh waktu. Mungkin Anda tidak akan memberikan rahasia kecil ke pasangan, namun bukan berarti hubungan Anda berdua tidak dekat.
Jangan pergi tidur dalam kondisi marah
Saat Anda berbaring di samping orang yang membuat marah, itu jelas tidak baik. Namun banyak pasangan tidak bisa menuntaskan masalah pada saat itu. Hai, ini normal saja. Saat tidur atau berbaring di sisinya usahakan untuk berpikir hal positif mengenai pasangan dan diharapkan akan muncul pencerahan baru di pagi hari. Jika Anda marah kepada seseorang, Anda tidak akan mendegar apapun yang dikataannya. Ini sama saja buang-buang waktu. Jika perlu berpikir jernih, lakukan. Namun jika butuh waktu hingga seminggu dan tidak menyapa pasangan, itu baru masalah.
Tidak usah cemas jika tidak bercinta
Pada saat sibuk, seks mungkin dilupakan. Namun bercinta butuh peran dua orang. Padahal seks tak harus dilakukan dalam suasana romantis diterangi cahaya lilin. Seks dapat dilakukan secara cepat. Mitosnya adalah seks harus dilakukan setiap malam agar mendatangkan kebahagiaan, padahal kenyataannya tidak begitu. Setiap orang itu berbeda dan perkawinan, khususnya perkawinan yang bahagia, berdasarkan pada begitu banyak faktor berbeda. Sejumlah orang menjalani kehidupan pernikahan bahagia dengan sering bercinta, namun sebagian lain tidak. Namun yang perlu dicatat orang yang menjalani perkawinan bahagia melakukan seks.
Mereka melakukannya karena percaya untuk melekatkan hubungan satu sama lain. Jadi jika tidak ada seks namun Anda mengaku bahagia, hal itu perlu dikaji lagi. Namun keseimbangan akan berubah seiring pertambahan usia. Namun jangan terjebak pada rutinitas yang menjemukan hingga Anda merasa bosan dengan pasangan.
Bayi membuat hubungan kian dekat
Bayi dapat mendekatkan hubungan dengan berbagai cara. Namun untuk sebagian perempuan, kehadiran bayi akan membawa masalah baru. Belum lagi masalah hormonal pascapersalinan yang kadang membuat Anda mengingkari kehadiran si bayi. Lain halnya jika pasangan amat mendukung di masa-masa sulit dan melakukan pengasuhan bersama. Ingat, perkawinan juga tetap dijaga agar selalu hidup, meskipun sudah ada bayi. Jangan sampai pasangan merasa diabaikan setelah kehadiran anak.
Jangan bertengkar di hadapan anak
Semuanya bergantung pada definisi ‘bertengkar’. Namun jika percekcokan itu untuk mendiskusikan masalah dan dilakukan dengan baik-baik, hal itu justru akan menjadi bahan pelajaran berharga untuk anak. Mereka akan belajar cara kompromi dan negosiasi untuk menuntaskan masalah. Mereka juga belajar menghargai perbedaan dengan rasa hormat. Namun sayangnya sebagian orang tidak ‘bertengkar’ secara sehat. Jika Anda jenis seperti ini, lakukan percekcokan ini belakang anak-anak. Namun seiring waktu, cobalah bertengkar dengan sehat agar anak-anak belajar cara mengatasi masalah yang akan membantunya berinteraksi dengan orang lain.
Jangan sepenuhnya bergantung kepada pasangan
Jika Anda tidak bergantung kepadanya, kepada siapa lagi Anda bergantung? Namun jangan perlakukan pasangan seperti sepatu tua yang tidak berharga. Hal ini penting saat Anda membangun kepercayaan dalam sebuah hubungan. Anda bergantung padanya namun tidak mengambil keuntungan darinya, dalam bentuk cinta atau komitmen. Anda masih menghargai dan memperlakukannya secara khusus.
Nah, kaji lagi. Apakah hubungan Anda selama ini sudah mencapai taraf hubungan yang ‘sehat’ dan menyenangkan untuk dijalani?
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar di postingan ini